Memilih tanaman budidaya yang tepat memang sangat berpengaruh pada hasil dan keuntungan yang akan didapat, namun jika terlalu lama memilih tanaman yang tepat maka keuntungan yang diharap akan terlewat karena musim, dan harga biasanya berkaitan, dimana musim yang kurang mendukung harga komoditi tertentu mencapai harga tertinggi, dan sebaliknya saat musim baik dan banyak orang berbudidaya biasanya hargapun juga turun hal ini sesuai dengan hukum ekonomi.
Kita tentukan saja pilihan kita kali ini pada tanaman budidaya Jahe Gajah. Tanaman ini tak terlalu sulit dalam berbudidayanya .Cukup di sela-sela tanaman pokok (sengon, kopi, atau tanaman buah-buahan ). Sebagai pertimbangan nilai ekonomi 1 tunas bibit Jahe seharga Rp. 350,- dalam waktu 7-8 bulan bisa berkembang menjadi 1 kg dengan harga (± Rp5.000 – 10.000), Jika kita tanam di lahan sebagai tanaman sela (tumpang sari) maka itulah keuntungan potensi yang bisa kita dapatkan.
Pengalaman Bp. Harmanto di Dsn Sikapat, Besuki , Wadaslintang , Temanggung, Jawa Tengah mendapatkan tambahan hasil diantara lahan karet eks tanaman Kakaonya berkisar antara 4 Juta rupiah. Dengan perawatan sangat sederhana yakni NPK + Supernasa + Supernasa Granule yang dikocorkan dibibit yang ditanam di luasan lahan ±1000 meter / 1700 titik ) masing-masing 2 gelas per titik tanam setiap 2 minggu sekali selama masa pertumbuhan kurang lebih 3 bulan. Dengan rincian pembelian bibit Rp. 500.000,- dan biaya pupuk Rp. 500.000,- beliau mendapat tambahan keuntungan bersih Rp. 4 juta….itupun saat harga jahe pada titik terendah saat itu yaitu Rp. 5.000/kg.
Dan seandainya semua mau bergerak memanfaatkan tanah kosong , di pot-pot, polibag, atau pekarangan kita yang tersisa ,meskipun tak begitu luas seperti program pemerintah ‘Apotik Hidup’ beberapa tahun lalu, maka kampung tempat kita tinggalpun akan mampu swasembada Jahe. Bagaimana..Siap Menerima Tantangan?!!